Potensi Perputaran Uang Judi Online di Indonesia Bisa Capai Rp1.100 Triliun, Pemerintah Harus Segera Tindak Lanjut
- Kamis, 08 Mei 2025

JAKARTA - Sektor perjudian online di Indonesia diprediksi dapat mencapai potensi perputaran uang sebesar Rp1.100 triliun pada tahun 2025 jika tidak ada upaya signifikan untuk menekan dan menanggulangi praktik ilegal ini. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, dalam acara Program Monitoring Berbasis Risiko TPPU dan TPPT dari Tindak Pidana Siber di Gedung PPATK. Angka yang sangat besar ini menjadi ancaman nyata bagi stabilitas keuangan negara, dan mengancam keberlanjutan ekonomi masyarakat yang lebih luas, terutama kelompok berpendapatan rendah.
Kenyataan Mengejutkan: Judi Online Ancam Stabilitas Ekonomi
Dalam laporannya, Ivan menyatakan bahwa potensi perputaran uang dari judi online bisa mencapai angka yang mencengangkan, yaitu Rp1.100 triliun, jika tidak ada tindakan yang lebih tegas dalam menanganinya. “Jika tidak dilakukan penekanan, potensi perputaran dana dari judi online bisa mencapai Rp1.100 triliun,” kata Ivan dalam acara yang juga dihadiri oleh Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid.
Baca Juga
Saat ini, estimasi perputaran uang dari judi online yang belum diintervensi sudah menyentuh Rp481 triliun, sebuah angka yang sudah sangat besar. “Namun, dengan langkah hukum yang lebih kuat dan penindakan yang lebih tegas, angka ini bisa ditekan menjadi sekitar Rp223 triliun atau bahkan turun lebih jauh hingga Rp150 triliun,” ujar Ivan. Menurutnya, Indonesia kini berada dalam "zona krusial", di mana langkah-langkah kolaboratif dari berbagai pihak diperlukan untuk menanggulangi masalah ini secara serius.
Kelompok Berpendapatan Rendah Terkena Dampak Paling Besar
Salah satu hal yang mengkhawatirkan dari praktik judi online ini adalah dampaknya terhadap kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah. Berdasarkan data terbaru PPATK, sebanyak 71 persen pemain judi online berasal dari kelompok masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp5 juta per bulan. “Banyak masyarakat yang penghasilannya hanya Rp1 juta, tetapi Rp900 ribu-nya digunakan untuk judi online. Ini data yang kita terima langsung dari pelacakan PPATK terhadap transaksi keuangan,” jelas Ivan.
Fenomena ini semakin memperburuk kesenjangan ekonomi, di mana masyarakat yang sudah dalam kondisi keuangan yang lemah justru terjebak dalam praktik perjudian online yang dapat menyebabkan mereka terjerat hutang.
Tingginya Utang yang Ditanggung Pemain Judi Online
Selain itu, PPATK juga menemukan bahwa fenomena judi online tidak hanya mengancam stabilitas finansial individu, tetapi juga berhubungan erat dengan praktik pinjaman ilegal. Pada tahun 2024, tercatat sebanyak 3,8 juta pemain judi online yang memiliki utang, angka ini meningkat signifikan dibandingkan dengan 2,4 juta pemain pada tahun sebelumnya. “Artinya, utang dan judi online berjalan beriringan. Banyak dari mereka yang mengandalkan pinjaman online ilegal karena tidak memiliki akses ke lembaga keuangan formal,” tambah Ivan.
Sementara itu, Ivan juga mencatat adanya kecenderungan yang mengkhawatirkan terkait semakin mudanya usia pemain judi online. “Usia pelaku semakin muda dari tahun ke tahun, sejak 2017 hingga sekarang. Artinya, fenomena ini terus bergeser ke usia remaja,” ujarnya. Fenomena ini menggambarkan bahwa judi online tidak hanya menjadi masalah bagi orang dewasa, tetapi juga bagi generasi muda yang rentan terhadap kecanduan dan dampak negatif dari perjudian.
Tindak Lanjut yang Terlihat: Penurunan Signifikan Transaksi Judi Online
Meskipun potensi perputaran uang yang luar biasa besar dari judi online ini mengkhawatirkan, beberapa langkah penindakan telah mulai menunjukkan hasil yang positif. PPATK melaporkan bahwa pada kuartal pertama tahun 2025, transaksi keuangan yang terkait dengan judi online turun drastis hingga 80 persen dibandingkan tahun sebelumnya. “Nilainya hanya Rp47 triliun, jauh di bawah periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp90 triliun,” ujar Ivan. Jika tren ini berlanjut, transaksi pada kuartal kedua tahun 2025 diperkirakan tidak akan melebihi Rp25 triliun.
Lebih lanjut, Ivan juga mencatat berkurangnya jumlah bandar judi online yang terdeteksi. “Dulu jumlahnya ratusan ribu, sekarang sekitar 50 ribu. Ini tanda positif. Tapi jangan lengah,” tegasnya. Penurunan jumlah bandar ini menunjukkan bahwa upaya pemberantasan judi online mulai membuahkan hasil, namun tetap membutuhkan pengawasan yang lebih ketat.
Penyikapan Kepolisian dan Pemerintah Terhadap Kejahatan Digital
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo juga menyoroti tingginya angka judi dan penipuan online sebagai dua bentuk kejahatan siber yang paling menonjol di Indonesia. “Perjudian dan penipuan online menempati posisi teratas kejahatan siber di Indonesia,” ujarnya dalam forum tersebut. Polri, menurutnya, terus melakukan patroli digital dan memperluas upaya preventif untuk memerangi kejahatan online.
“Ketika ditemukan, kita bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk melakukan pemblokiran, baik terhadap situs pornografi, perjudian, penipuan, hoaks, ujaran kebencian, maupun pencemaran nama baik,” jelas Kapolri. Sebagai hasilnya, Polri telah mengusulkan pemblokiran terhadap 169.686 situs yang bermuatan negatif, termasuk yang terkait dengan perjudian.
Sepanjang tahun 2024, Polri juga melaporkan penanganan 1.271 kasus judi online, dengan 1.456 tersangka yang telah ditetapkan. Selain itu, sebanyak 5.885 rekening yang digunakan untuk aktivitas judi online ilegal telah diblokir oleh pihak berwenang.
Teknologi Canggih untuk Menanggulangi Kejahatan Digital
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid juga menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya teknologi dalam memberantas kejahatan digital. Menurutnya, perkembangan teknologi yang sangat cepat menjadi tantangan tersendiri dalam mendeteksi dan menangani konten ilegal. “Teknologi ini berubah setiap hari. Jadi kita harus dua sampai tiga langkah lebih maju kalau tidak ingin ketinggalan,” kata Meutya. Kominfo sendiri telah mengimplementasikan sistem berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk menyisir konten ilegal secara otomatis.
Meutya juga menegaskan bahwa keberhasilan dalam pemberantasan kejahatan digital memerlukan keterlibatan seluruh elemen masyarakat. “Keamanan digital bukan hanya tugas pemerintah. Ini musuh bersama. Jadi kita harus gotong royong,” tegasnya.

David
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
PLTS Dorong Pemanfaatan Energi Bersih di Indonesia
- 08 September 2025
2.
Terumbu Karang PLTU Batang Dukung Ekowisata
- 08 September 2025
3.
ULTIMA PLN Icon Plus Permudah Home Charging EV
- 08 September 2025
4.
Kilang Cilacap Tingkatkan Budaya Keselamatan Kerja
- 08 September 2025
5.
KUR BRI 2025 Tawarkan Angsuran Ringan Mudah
- 08 September 2025